SURAT AL-ALAQ TENTANG KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU
A. Surat Al-Alaq Ayat 1-5
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan (1) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmu itu paling pemurah (paling dapat menahan amarah-Nya) (3). Yang mengajarkan manusia melalui perantaraan kalam (4). Dia mengajarkan kepada manusia tentang apa yang belum diketahuinya (5).
B. Asbabun Nuzul Ayat
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam hadits shahihnya dari Aisyah: “Pada mulanya, Rasulullah menerima wahyu melalui mimpinya yang benar. Setiap beliau bermimpi, pada siang harinya mimpi itu menjadi kenyataan. Mulai dari saat itu, beliau sangat ingin menyendiri (berkhalawat). Beliau pun pergi ke gua Hira yang berada di luar kota Mekkah (sekitar 6 km dari pusat kota), duduk dan bermalam di dalamnya dengan membawa bekal yang diperlukan. Ketika perbekalan habis, pulanglah Nabi ke isterinya, Khadijah, untuk kembali mengambil bekal. Begitu seterusnya hingga Nabi menerima wahyu yang tidak disangka-sangka. Pada saat beliau duduk di dalam gua, datanglah Malaikat Jibril, seraya memerintah Muhammad untuk membaca. “bacalah,”kata Jibril. Nabi menjawab: “aku tidak bisa membaca.” Maka Jibril pun memeluk Nabi erat-erat, sehingga Nabi merasa payah. Setelah melepas pelukannya, Jibril kembali memerintah Nabi untuk membaca, dan Nabi pun menjawab sama: “aku tidak bisa membaca.” Jibril kembali memeluk Nabi dengan erat. Setelah pelukannya dilepaskan, Jibril membacakan lima ayat pertama surat al-alaq ini: iqra, bismi rabbika ladzii khalaq. Khalaqal insaana min ‘alaq. Iqra warabbukal akram. Alladzii ‘allama bil qalam. ‘Alamal insaana maa lam ya’lam.”
Para perawi hadits mengatakan bahwa setelah Jibril pergi meninggalkan Nabi, maka Nabi Muhammad segera kembali ke rumahnya dengan tubuh gemetar. Sesampai di rumah, beliau menyuruh Khadijah untuk menyelimuti badannya. Sehingga lenyaplah rasa gemetar tubuhnya. Barulah kemudian Nabi Muhammad mengisahkan apa yang dialami ketika berada di gua.
Sesudah beliau menceritakan apa yang beliau alami di gua, Khadijah membawa suaminya itu ke rumah pamannya, Waraqah bin Naufal yang beragama Nasrani pada masa jahiliyah. Waraqah dikenal pandai menulis dengan tulisan Arab dan menulis banyak Injil dalam bahasa Hebrew. Ketika itu dia telah lanjut usia dan buta.
Khadijah menuturkan apa yang dialami Muhammad kepadanya. Kata dia: wahai pamanku, dengarlah kisah yang akan dituturkan anak saudaramu ini.”
“Hai anak saudaraku, apakah yang terjadi?” Tanya Waraqah. Setelah Muhammad selesai menceritakan apa yang dialami, Waraqah berkata: “Inilah Namus yang diturunkan kepada Isa. Alangkah baiknya jika aku masih muda dan masih hidup sewaktu engkau diusir oleh kaummu.” Mendengar komentar Waraqah, maka Nabi pun bertanya: “Apakah kaumku akan mengusir aku?”
Jawab Waraqah: “Tidak seorang pun yang membawa apa yang kamu bawa itu, yang tidak dimusuhi oleh masyarakatnya. Jika aku masih hidup ketika kamu menjalankan tugas sebagai rasul, pasti akan menolongmu dengan sekuat tenaga yang ada padaku.” Namun tidak lama kemudian Waraqah meninggal dunia, karena usia lanjut.
Pembahasan Ayat:
Dari riwayat ini kita mengetahui bahwa permulaan surat ini merupakan wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah dan awal rahmat yang dicurahkannya. Adapun sambungan surat ini diturunkan sesudah dikenal luas oleh masyarakat Mekkah bahwa Muhammad adalah seorang nabi serta beliau mengajak kaumnya di Mekkah untuk beriman kepada Allah dan ada beberapa orang yang mengimaninya yang dikenal dengan sebutan Asabikunal Awalun1. Dan dari riwayat di atas pula makin memperjelas kepada kita bahwa surat tersebut di turunkan di Mekkah sebelum Nabi hijrah.
Selanjutnya, menurut para ulama, maksud dari malaikat Jibril memeluk erat nabi Muhammad setelah dia memerintahkan Nabi membaca adalah agar menghilangkan rasa takut dan keraguan dalam hati Nabi Muhammad, karena beliau nantinya akan menjadi penyampai risalah Illahi.
C. Kajian Tekstual dan Kontekstual
1. Ayat 1
Kata Iqra terambil dari kata kerja qaraa yang pada mulanya berarti menghimpun. Apabila kita merangkai huruf atau kata kemudian Anda mengucapkan rangkaian tersebut maka kita telah menghimpunnya yakni membacanya. Dengan demikian, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain.
Huruf ba pada kata bismi ada juga yang memahaminya sebagai berfungsi penyertaan atau mulabasah sehingga dengan demikian ayat tersebut berarti “bacalah disertai dengan nama Tuhanmu.” Sementara itu ulama memahami kalimat bismi rabbika bukan dalam pengertian harfiahnya. Sudah kebiasaan masyarakat Arab sejak masa jahiliyah, mengaitkan suatu pekerjaan dengan nama sesuatu yang mereka agungkan. Itu member kesan yang baik atau katakanlah berkat terhadap pekerjaan tersebut juga menunjukan bahwa pekerjaan tadi dilakukan semata-mata karena ‘dia’ yang namanya disebutkan itu.
Kata rabb seakar dengan kata tarbiyah yang berarti pendidikan. Kata ini memiliki arti yang berbeda-beda namun pada akhirnya arti-arti itu mengacu kepada pengembangan, peningkatan, ketingggian, kelebihan serta perbaikan. Kata rabb maupun tarbiyah berasal dari kata raba-yarbu yabng dari segi pengertian kebahasaan adalah kelebihan. Dataran tinggi dinamai rabwah, sejenis roti yang dicampur dengan air sehingga membengkak disebut ar-rabw.
Kata rabb apabila berdiri sendiri maka yang dimaksud adalah ‘Tuhan’ yang tentunya antara lain karena Dialah yang melakukan tarbiyah (pendidikan) yang pada hakikatnya adalah pengembangan, peningkatan serta perbaikan makhluk ciptaan-Nya.
Menurut Quraish Shihab, penggunaan kata Rabb dalam ayat ini dan ayat-ayat semacamnya dimaksudkan untuk menjadi dasar perintah mengikhlaskan diri kepada-Nya, sambil menunjuk kewajaran-Nya untuk disembah dan ditaati.2
Kata khalaqa dari segi pengertian kebahasaan memiliki sekian banyak arti, antara lain; menciptakan (dari tiada), menciptakan (tanpa satu contoh terlebih dahulu), mengukur, memperhalus, mengatur, membuat dsb. Kata ini biasanya memberikan tekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah dalam penciptaan-Nya. Berbeda dengan kata ja’ala yang mengandung penekanan terhadap manfaat yang harus atau dapat diperoleh dari sesuatu yang dijadikan itu.
Pembahasan Penafsiran Ayat
Pada ayat yang pertama, Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk membaca guna lebih memantapkan hati beliau. Ayat ke 1 ini bagai menyatakan: bacalah wahyu-wahyu yang sebentar lagi akan banyak engkau terima, dan baca juga alam dan masyarakatmu. Bacalah agar engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua itu tapi dengan syarat hal tersebut engkau lakukan dengan atau demi nama Tuhanmu Yang selalu memelihara dan membimbingmu dan yang mencipta semua makhluk kapan dan dimanapun.
Dari pernyataan di atas dapat kita ambil inti, bahwa ayat ini memang menjadi wahyu yang pertama dan sebagai pembuka wahyu-wahyu yang selanjutnya. Hal ini tentunya turun sesuai dengan kejadian atau peristiwa yang dialami oleh Rasulullah saw. Selain itu, adanya perintah membaca kepada Rasulullah sebagai bentuk persiapan dalam menjalankan misi kerasulannya. Adapun yang menjadi objek bacaannya, pada ayat ini tidak dijelaskan apa objek bacaanya. Alasannya adalah karena Allah melalui Rasulullah menghendaki umat islam untuk membaca apa saja selama bacaan itu didasarkan kepada bismi Rabbik, artinya membaca hanya didasarkan pada hati yang ikhlas karena Allah semata. Hal ini mengandung pengertian bahwa objek perintah iqra (membaca) adalah mencangkup segala hal yang dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia (bukan hanya yang bersifat tekstual saja) sehingga dengan membacanya semakin dapat mengembangkan pengetahuan yang ada juga dapat menelurkan ilmu baru serta dapat mendekatkan diri kepada Allah. Jika seandainya objek bacaannya disebutkan di ayat di atas, maka perintah membaca tersebut bukan mencangkup segala hal, tetapi terfokus kepada objek yang disebutkan tersebut. Dengan hal ini tentunya umat islam hanya wajib membaca objek yang disebutkan saja, karena dasar kalimah iqra adalah Amr yang berarti perintah. Dalam kaidah ushul fiqih dijelaskan bahwa "asalnya perintah itu adalah wajib"
Kemudian ada sebuah pertanyaan, mengapa perintah tersebut adalah 'iqra (bacalah!), bukan perintah “dengarkanlah!”. Ternyata, dengan membaca menyebabkan manusia lebih banyak melibatkan panca inderanya. Dengan membaca, mata, telinga, hati, dan otak ikut terlibat dalam proses pembelaran, sehingga dengan dasar tersebut ilmu lebih mudah didapat. Sedangkan mendengar, hanya melibatkan satu indera saja, yaitu telinga. Dengan hal ini, jelaslah sudah bahwa membaca lebih unggul dan lebih baik daripada mendengarkan.
Para ahli tafsir memiliki beraneka ragam pendapat tentang objek bacaan yang dimaksud. Ada yang berpendapat bahwa yang menjadi objek bacaan itu adalah wahyu-wahyu al-Qur’an, sehingga perintah itu dalam arti bacalah wahyu-wahyu al-Qur’an ketika ia turun nanti. Ada juga yang berpendapat objeknya adalah ismi Rabbika sambil menilai haruf ba yang menyertai kata ismi adalah sisipan sehingga ia berarti bacalah nama Tuhanmu atau berdzikirlah.
Muhammad Abduh memahami perintah membaca di sini bukan sebagai beban tugas yang harus dilaksanakan secara taklifi, sehingga membutuhkan objek, tetapi ia adalah amr takwini yang mewujudkan kemampuan membaca secara aktual pada diri pribadi Nabi Muhammad saw. pendapat ini dihadang oleh kenyataan bahwa setelah turunnya perintah ini pun Nabi Muhammad masih tetap dinamai Al-Qur’an sebagai seorang yang ummy (tidak pandai membaca dan menulis), di sisi lain jawaban Nabi kepada Jibril ketika itu, tidak mendukung pemahaman tersebut. Syeikh Abdul Halim Mahmud (mantan pemimpin tertinggi al-Azhar Mesir) yang menyatakan bahwa: “Dengan kalimat iqra bismi Rabbik, al-Qur’an tidak sekedar memerintahkan untuk membaca, tetapi ‘membaca’ adalah lambang dari segala apa yang dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif. Kalimat tersebut dalam pengertian dan semangatnya ingin menyatakan “bacalah demi tuhanmu, bergeraklah demi tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu. Demikian juga apabila anda berhenti bergerak atau berhenti melakukan sesuatu aktivitas, maka hendaklah hal tersebut juga didasarkan pada bismi Rabbik sehingga pada akhirnya ayat tersebut berarti ‘jadikanlah seluruh kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan tujuannya, kesemuanya demi karena Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar