Senin, 19 Desember 2011

YA'JUJ MA'JUJ

Tulisan ini semata-mata di buat hanya untuk memberikan pemahaman apa itu Ya'juj dan Ma'juj dan diharapkan memberi i'tibar kepada para pembaca.
Ya'juj Ma'juj merupakan makhluk yang menurut sebagian pendapat adalah seperti bangsa Manusia yang bisa beranak dan memilki keturunan. Kedatangannya merupakan salah satu dari sepuluh tanda besar hari kiamat. Bangsa Ya'juj Ma'juj merupakan bangsa yang sangat jahat dan memiliki sifat perusak, bahkan dalam beberapa buku dikatakan memiliki sifat kanibal, dimana apabila ada bangsanya yang mati bangkainya tidak akan dikubur, tetapi akan dijadikan makanan mereka. Dikarenakan buruknya kejahatan mereka, maka oleh Dzul Qarnain dibuatkan dinding pemisah dengan donan baja, agar mereka tidak mengganggu manusia lain.
Menurut sejarah, bangsa ya'juj Ma'juj termasuk keturunan Nabi Nuh as. Dimana Nabi Nuh punya keturunan yang banyak. Dalam Tafsir Jalanain diterangkan bahwa,  "Setelah banjir besar, Nabi Nuh hidup selama 60 tahun atau lebih, sehingga pada akhirnya jumlah manusia menjadi bertambah banyak (As-Suyuthi, Juz II:32). Dari tafsiran di atas dapat maknai bahwa setelah banjir besar pada zaman Nabi Nuh seluruh umat manusia musnah kecuali mereka yang dibawa oleh Bahtera Nabi Nuh as. Nabi Nuh as. memiliki 3 orang anak yaitu: 
1. SAM, yang menjadi nenek moyangnya bangsa Arab, Persia dan Romawi. 
2. HAM, yang menjadi moyangnya bangsa kulit hitam.
3. Yafits, yang menjadi moyangnya bangsa ya'juj dan ma'juj, bangsa Khazr dan lain lain. 
Mengenai identitas Ya'juj dan Ma'juj ada sebagian pendapat yang menafsirkan bahwa setiap bangsa yang melakukan kerusakan dinamakan Ya'juj dan Ma'juj, bukan sejenis bangsa atau ras atau suku tertentu. Namun, sebagian yang lain bahwa Yajuj Ma'juj memang dari ras atau suku tertentu  sebagaimana yang diterangkan di atas. Dan jika melihat di situasi akhirnyaketika Nabi Isa telah turun, Nabi Isa dan kaum muslimin di akhir zaman nanti akan merasakan dampak kerusakan yang diakibatkan Ya'juj Ma'juj, dimana saking sulitnya makanan, satu kepala kambing lebih berharga dari pada beberapa ribu dinar. 
Berkaitan dengan Ya'juj Ma'juj yang ada di balik tembok baja raksasa yang dibuat oleh Dzul Qarnain, dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Kahfi ayat 94-96, yang artinya:
(94) mereka berkata (kepada Dzul Qarnain): wahai Dzul Qarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj membuat bencana di muka bumi ini, maka maukah engkau kamiberi upah agar engkau membuat dinding penghalang antara kami dan mereka.
(95) Dzul Qarnain menjawa: Apapun kekuasaan yang dianugerahkan Tuhan keapdaku lebih baik (dari upah yang kau berikan) untuk itu tolong aku saja dengan kekuatan, supaya aku bisa membuat dinding yang kokoh antara kamu dan mereka.
(96) Berikan kepadaku beberapa potong besi. ketika besi tersebut sama tingginya denga kedua belah gunung, maka Dzul Qarnain berkata, "tiuplah api!" sehingga manakala besi itu menjadi merah, Dzul Qarnain berkata: "berilah kepadaku tembaga yang mendidih agar aku tuangkan ke atas besi panas itu (sampai kedua jenis logam itu menjadi satu).
Ayat di atas menjelaskan bagaimana kaisar Dzul Qarnain membuat sebuah dinding pemisah, sehingga bangsa Ya'juj ma'juj menjadi terasing diantara dua gunung. Tinggi benteng tersebut sama dengan tinggi kedua gunung yang berada didekatnya, sehingga menyulitkan bangsa Ya'juj Ma'juj untuk keluar.  Dalam Q.S Al-Kahfi ayat 87 dijelaskan bahwa : "mereka tidak akan mampu menaikinya (karena terlalu tinggi dan licin) dan mereka tidak akan mampu melobanginya (karena tembok itu terlalu kuat dan tebal sekali).
Artinya bahwa dinding buatan Kaisar Dzul Qarnain ini merupakan bangunan kokoh dan sulit dilalui, ditaiki atau dilubangi oleh bangsa Ya'juj Ma'juj. 

Mereka tidak akan keluar darinya sebelum janji Allah tiba, dan itu terjadi di akhir zaman sebagai tanda Kiamat yang sudah diambang pintu. Mereka keluar setelah Isa turun dan membunuh Dajjal. Keluarnya mereka dari kurungan memiliki cerita tersendiri yang disebutkan oleh Imam At-Tirmidzi dalam hadits no. 3153 dan Ibnu Majah no. 4131 dari Abu Hurairah, dan dishahihkan oleh Al-Albani di Silsilah Shahihah no. 1735. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj membongkarnya setiap hari, sampai ketika mereka hampir melihat cahaya matahari. Pemimpin mereka berkata: ‘Kita pulang, kita teruskan besok’. Lalu Allah mengembalikannya lebih kuat dari sebelumnya. Ketika masa mereka telah tiba dan Allah ingin mengeluarkan mereka kepada manusia, mereka menggali, ketika mereka hampir melihat cahaya matahari, pemimpin mereka berkata: ‘Kita pulang, kita teruskan besok insya Allah Ta’ala’. Mereka mengucapkan insya Allah. Mereka kembali ke tempat mereka menggali, mereka mendapatkan galian seperti kemarin. Akhirnya mereka berhasil menggali dan keluar kepada manusia. Mereka meminum air sampai kering dan orang-orang berlindung di benteng mereka. Lalu mereka melemparkan panah-panah mereka ke langit dan ia kembali dengan berlumuran darah. Mereka berkata: ‘Kita telah mengalahkan penduduk bumi dan mengungguli penghuni langit.”

Yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah, dimanakah tembok yang dibangun Kaisar Dzul Qarnain itu dan dimana pula bangsa Ya'juj dan Ma'juj bersarang? Mungkinkah tembok cina yang digembor-gemborkan beberapa orang. Alangkah bijaknya jika kita ucapkan Wallahu'alam. Karena Rasulullah saja sebagai utusan Allah tidak menerangkan kepada kita dimana letak sarang perusak ini, yang jelas dengan kuasa-Nya, Allah telah menempatkan bangsa Ya'juj Ma'juj di tempat yang dikehendaki-Nya dan yang harus diingat adalah bahwa bangsa ya'juj Ma'juj masih ada dan akan keluar jika saatnya tiba.
Lalu bagaimana bangsa Yajuj Ma'juj bisa keluar? Jika melihat keadaan bumi yang renta ini, bumi sering dilanda gempa, lambat laun dunia semakin goyang kehilangan daya kekuatannya, juga kemungkinan bangunan penghalang Ya'juj Ma'juj akan ikut goyang, retak kemudian pecah, lalu bercampurlah bangsa Ya'juj Ma'juj dengan bangsa manusia normal. Yang jelas saat dikeluarkannya Ya'juj Ma;juj ini menunjukan bahwa kiamat sudah dekat dan Nabi Isa as. sudah turun ke bumi menyebarkan risalah Nabi Muhammad, membunuh babi, membunuh dajjal dan menghancuirkan salib hingga beberapa tahun kemudian. Di dalam hadits Shoheh yang diriwayatkan Imam Muslim melalui Nawas bin sam'an menjelaskan bahwa mereka datang laksana air deras dari tempat tinggi dan menghancurkan apapun yang ditemuinya. Hal ini menyebabkan kehidupan kaum muslimin menjadi susah dan menderita, karena sulitnya mendapatkan makanan dan air. semua tanaman dan air habis dilalap Ya'juj Ma'juj. Kemudian saat-saat itulah Nabi Isa dan orang-orang beriman mengungsi ke gunung Thur untuk menyelamatkan diri dari Ya'juj dan Ma'juj.
Kemudian Nabi Isa berdo'a kepada Allah agar memusanahkan Ya'juj Ma'juj, dan doanya dikabulkan. Ya'juj Ma'juj kemudian dihancurkan olah Allah dengan dikirimi penyakit. Sebagian pendapat mengatakan bangsa Ya'juj mati karena ulat yang menggerogoti leher mereka dan sebagian pendapat mengatakan Allah mengirimkan penyakit khusus untuk membunuh Ya'juj Ma'juj berupa penyakit hidung yang menyebar keseluruh tubuh mereka dan akhirnya mereka semua binasa. Bangkai-bangkainya berserakan memenuhi penjuru bumi yang kalau diibaratkan tiada satu jengkal tanah yang tidak terisi bangkai Yajuj Ma'juj. Kamudian Allah mengirimkan burung-burung yang besarnya seperti tubuh Unta, dan membuang bangkai Ya'juj Ma'juj ke tempat yang dikehendaki Allah. Selanjutnya Allah menurunkan hujan guna membersihkan hawa bangkai dan sisa-sisa kotorannya sehingga dengannya bumi menjadi bersih.
Dari penjelasan di atas, kita bisa mengambil i'tibar bahwa yang dinamakan Ya'juj Ma'juj adalah bangsa yang membuat kerusakan yang sebenarnya keberadaannya masih ada. Kedatangannya kelak merupakan sebuah pertanda bahwa kiamat kubra sudah  dekat. Untuk itu kita mohon kepada Allah supaya kita diselamatkan dari gangguan dan kerusakan yang timbulkan olehnya.

Referensi
-Alif, Haqiqi. 2002. Seratus berita dari kubur, Jombang. Lintas Media
-Labib,2002.  Perjalanan Hidup sesudah Mati, Surabaya.  Bintang Usaha Jaya.


Sabtu, 10 Desember 2011

MEMAHAMI ILMU KALAM DAN ALIRAN-ALIRANNYA



1.   Awal Mula Penamaan Ilmu Kalam
                   Asal usul penamaan ilmu kalam  dilihat dari arti asal Al-kalam di dalam kitab jurumiyah,  kalam berarati kata-kata yang disusun dengan sengaja dan mengandung pengertian.[1]
                   Sebenarnya pada catatan-catatan lama tidak dijumpai sebuah perkataan yang menjurus kepada al-kalam secara langsung, karena sebelumnya ilmu kalam bukanlah cabang ilmu tersendiri tetapi masih kepada cabang dari ilmu-ilmu lain, khususnya ilmu tauhid. Kemudian Al-Kalam ini dipakai untuk menyebutkan salah satu sifat Allah, yaitu kalam (firman) dan di dalam Al-Qur’an banyak dijumpai lafadz kalamullah.
Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, Padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?
                   Baru pada masa Kekhalifahan Al-Ma’mun dari Bani Abbasiyah, ilmu kalam mulai dikenal sebagai cabang ilmu keislaman yang mandiri atau berdiri sendiri. Hal ini diterangkan oleh Asy Syahrastani dalam kitab Al-Milal Wan Nihal[2]
“Bahwa sesudah itu kemudian ulama-ulama Mu’tazilah mempelajari buku-buku filsafat pada masa pemerintahan khalifah Al-Ma’mun, maka mereka mempertemukan sistem filsafat dengan sistem ilmu kalam dan menjadikannya ilmu yang berdiri sendiri diantara ilmu-ilmu yang ada, serta menamakannya dengan nama Ilmu Kalam.
                   Adapun yang menjadi penyebab dinamakannya ilmu kalam adalah sebagai berikut:
a.     Ada perdebatan pendapat antar muslim tentang Kalam Allah (Al-Qur’an), apakah Kalam Allah bersifat qodim dan  hadits. Karena itu penamaan ilmu kalam ini diambil dari salah satu bagian terpenting  yang menjadi pembicaraan utamanya yaitu kalam.
b.    Dasar Ilmu Kalam adalah dalil aqli (dalil akal) bukan dalil naqli. Pengaruh dalil aqli ini terlihat jelas dalam pembahasan para mutakalimin[3]. Dalil naqli digunakan setalah dalil aqli dirasa sudah benar dalam menetapkan pokok permasalahan.
                   Yang menjadi penyebab tumbuh dan berkembangnya ilmu kalam adalah karena adanya pertentangan dalam bidang politik yang terkait dengan konsep imamah dan khilafah, atau ilmu tersebut terjadi bersamaan dengan tragedy pembunuhan khalifah Utsman bin Affan.
2.   Pengertian Ilmu Kalam
                   Secara bahasa kalam berarti pembicaraan, kata kata atau logos[4]. Sedangkan menurut istilah kalam mengandung pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika atau nalar, sehingga yang menjadi ciri utamanya adalah adanya dimensi rasionalitas atau logika.
                   Jelasnya ilmu kalam adalah serangkaian argumentasi rasional yang disusun secara sistematis untuk memperkokoh dan mempertahankan kebenaran aqidah atau pokok-pokok ajaran islam.
                   Ilmu kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari  kepercayaan Salaf dan Ahli Sunnah. [5]
                   Menurut A. Hanafi ilmu kalam adalah ilmu yang mempelajari atau membicarakan persoalan persoalan disekitar kepercayaan Tuhan dengan segala aspeknya, termasuk wujud, keesaan dan sifat-sifatnya. Sementara Imam Abduh menyatakan bahwa ilmu kalam adalah sebuah ilmu yang mempelajari dan membicarakan tentang wujud Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
                   Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang mengkaji dan memperlajari hal-hal yang berkenaan dengan prinsip-prinsip keimanan (aqidah) yang meliputi konsep ketuhanan, wahyu, akal dan rukun iman.
                  
3.   Fungsi Ilmu Kalam
                   Ilmu kalam berfungsi sebagai penolak aqidah yang sesat dimana dalam usahanya ilmu kalam menghindari tantangan-tantangan dengan cara memberikan penjelasan duduk perkaranya timbul pertentangan itu, selanjutnya membuat suatu garis kritik sehat berdasarkan logika. Dengan ilmu kalam bisa memulihkan kembali aqidah ke jalan yang murni, pembaharuan dan perbaikan terhadap ajaran-ajaran yang sesat. Selain itu ilmu kalam berfungsi juga sebagai penguat keyakinan seseorang dimana dengan mempelajarinya akan membuat seseorang tidak mudah terombang ambing oleh peredaran zaman. Sedangkan dari segi pengertian fungsi ilmu kalam sebagai sesuatu yang memperkokoh dan mempertahankan kebenaran aqidah atau pokok-pokok ajaran islam.
4.   Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Lainnya
                   Dalam literaturnya, ilmu kalam erat kaitannya dengan beberapa ilmu keislaman lainnya, bahkan ilmu kalam ini sering dinamakan dengan cabang ilmu lain, diantaranya adalah:
a.     Ilmu Tauhid, karena membahas tentang pemurnian atau ke Esaan Allah sebagai Tuhan yang Tunggal. Tauhid secara bahasa adalah mengetahui bahwa sesuatu itu adalah satu adapun menurut istilah adalah sebuah ilmu yang dapat menetapkan akidah keagamaan seseorang yang dicari dalil-dalilnya berdasarkan keyakinan. Ilmu tauhid merupakan landasan teoritis bagi aktivitas praktis.
b.    Ilmu Aqoid, karena dalam ilmu ini dibahas tentang dasar keyakinan orang-orang Islam kepada Allah. Aqidah Islam adalah hal-hal yang diyakini oleh orang-orang Islam, artinya mereka menetapkan atas kebenarannya.[6]
c.     Ilmu Ushuluddin, karena dalam ilmu ini membahas tentang  pokok-pokok atau prinsip-prinsip dasar agama yang berupa keyakinanlah yang menjadi topik utamanya. Pengertiannya adalah Ilmu Ushuluddin adalah ilmu yang membahas tentang prinsip-prinsip kepercayaan agama dengan dalil-dalil yang Qath’i (Al-Qur’an dan Hadits) dan dalil dalil akal pikiran.[7]
5.   Aliran-aliran Ilmu Kalam, Tokoh-tokohnya dan Konsep Pemikirannya
5.1.    Khawarij
             Kata Khawarij berasal dari kata khoroja  yang berarti keluar. Maksudnya adalah suatu kelompok yang menarik dukungannya dan keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Tokohnya adalah ‘Atab bin A’war dan Urwah bin Jarir. Ini berarti bahwa aliran ini mulanya pendukung setia Ali, kemudian mereka menolak Ali karena mereka tidak setuju atas tindakan Ali yang melakukan perundingan dengan pihak muawiyah.
             Adapun pendapat mereka adalah bahwa setiap orang yang melakukan dosa besar hukumnya kafir, dan akan kekel di dalam neraka serta halal darahnya. Hal ini dilatarbelakangi adanya persetujuan tahkim (menentukan hukum dengan musyawarah yang dilakukan untuk memecahkan masalah) bahwa yang menyetujui tahkim adalah berdosa besar karena menurut mereka barang siapa yang memecahkan masalah atau hukum tidak dari Al-Qur’an maka hukumnya kafir. Hal ini didasarkan kepada Q.S. Al-Maidah 44:

Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
             Namun dalam perkembangannya kelompok khawarij mengalami perpecahan menjadi beberapa kelompok. Kelompok tersebut diantaranya adalah:
a.       Al-Azariqah. Kelompok ini dipimpin oleh Nafi Al Azraq dengan gelar Amirul Mukminin. Kelompok ini berpendapat bahwa seseorang yang melakukan dosa besar tidak hanya dipandang sebagai kafir, tetapi telah masuk ke dalam wilayah musyrik. Bahkan mereka berpendapat bahwa barangsiapa yang tidak sependapat dengan mereka dianggap kafir.
b.       An-Nazdat. Kelompok ini di ambil dari nama tokohnya yaitu, Nazdah bin Amr Al Hanafi. Menurut mereka yang dimaksud dengan kafir dan yang akan kekal di dalam neraka adalah mereka yang berada di luar faham mereka. Adapun bagi pengikutnya yang melakukan dosa besar, memang akan disiksa tetapi pada akhirnya akan masuk surge.
c.       Al Ajaridah. Dipimpin oleh Abdul Al Karim bin Al Ajrad. Kelompok ini berpendapat bahwa ajaran hijrah tidak wajib sebagai sesuatu yang dianggap oleh Al-Azariqah, melainkan sebuah kebajikan.
5.2.    Murji’ah
             Kelompok Murjiah hadir sebagai lawan dari kelompok Khawarij. Muncul di Damaskus pada akhir abad ke-1 H. Murji’ah berasal dari kata arja’a yang artinya menunda atau mengharap. Ajarannya adalah bahwa orang yang melakukan dosa besar tidaklah kafir dan tidak akan kekal di dalam neraka serta haram untuk dibunuh. Menurut mereka perbuatan dosa tidak merusak iman.  Karean tempat iman ada did lam hati, sedangkan kemaksiatan bersifat jasadiyah.
             Murji’ah terbagi menjadi dua kelompok , yaitu:
·    Kelompok Moderat yang berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tidaklah kafir dan tidak akan kekal di dalam Neraka, tetapi akan disiksa sesuai dengan kadar kesalahannya.
·    Kelompok Ekstrim, mengatakan bahwa orang yang percaya kepada Allah lalu menyatakan kekufurannya secara lisan maka hukumnya tidaklah kafir, karena menurut mereka tempat iman ada di dalam hati. Sedangkan pernyataan kufur merupakan bentuk lisan.
            Dalil yang mereka gunakan sebagai dasar pemahaman mereka adalah Q.S An-Nisa ayat 48 :
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar.
5.3.    Qodariyah
             Qodariyah adalah aliran yang membahas tentang kedudukan manusia dan Tuhan. Dimana faham ini berpendapat bahwa manusia memiliki kuasa, kekuatan dan kemampuan untuk berkehandak dan menentukan kehidupannya. Tokohnya adalah Ma’bad Al Juhani.
             Faham ini menafikan adanya kuasa Tuhan kepada manusia. Menurut mereka segala tindak tanduk manusia tidak ada sangkut pautnya kepada Tuhan. Adapun masalah dosa dan siksa atau amal saleh dengan surga, Tuhan telah memberikan kuasa kepada manusia serta member kebebasan untuk memilih antara kebaikan dan keburukan. Sehingga tergantung manusia mau memilih jalan mana. Tapi tetap dengan sebuah konsekuensi dimana berdosa maka tanpa taubat akan disiksa begitupun sebaliknya. Pendapat mereka merujuk kepada Q.S Ar-Ra’du ayat 11 :
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[8]. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[9]yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
             Adapun dalil naqlinya adalah, jika perbuatan manusia diciptakan atau dijadikan oleh Allah swt. mengapa manusia diberi pahala jika berbuat baik dan disiksa jika berbuat maksiat dan dosa. Bukankah yang membuat atau menciptakan perbuatan itu adalah Allah swt sendiri. Jika demikian halnya berarti Allah swt tidak bersikap adil terhadap mansuia, sedangkan manusia itu sendiri adalah ciptaan-Nya.
5.4.    Jabariyah
             Kelompok Jabariyah merupakan lawan dari kelompok Qodariyah. Jabariyah berasal dari kata Jabara yang berarti memaksa. Menurut faham ini bahwa manusia tidak memiliki kekuasaan, kehendak dan kemerdekaan untuk menentukan kehidupan dan perbuatannya. Atau dapat dikatakan bahwa manusia dalam menjalankan aktivitasnya sudah di atur dan ditentukan oleh Tuhan. Tokohnya adalah Al Ja’d bin Dirham, namun yang menyebarluaskannya adalah Jahm bin Safwan dari Khurasan India.  Kelompok ini mengacu kepada Surat Ash-Shofat sebagai dasar pemikirannya.
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".

Q.S. Al-Anfal ayat 17:
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
             Adapun yang menjadi dalil Aqli bagi faham Jabariyah adalah makhluk tidak boleh mempunyai sifat sama dengan sifat Tuhan dan kalau ituterjadi berarti menyamakan Tuhan dengan makhluknya.
5.5.    Muktazilah
             Aliran ini muncul di kota Bashrah pada abad ke-2 Hijriyah antara tahun 105-110 H tepat di masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Secara etimologis bermakna orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Bashri salah seorang Imam di kalangan tabi’in.
                             Aliran Muktazilah merupakan aliran rasionalis. Karena aliran ini mengutamakan rasio atau akal sebagai sesuatu yang paling penting. Bagi mereka segala sesuatu harus sesuai dengan logika. Pokok ajarannya terangkum dalam lima ajaran pokok yang terdiri dari :
·  Tauhid atau ke Esaan Tuhan;
·  Keadilan Tuhan;
·  Janji dan ancaman Tuhan;
·  Kedudukan diantara dua kedudukan;
·  Amar ma’ruf nahi munkar.
             Selain itu dikenal sebuah landasan yang disebut dengan At-Tauhid, maksudnya yaitu mengingkari  dan meniadakan sifat-sifat Allah dengan dalil bahwa menetapkan sifat-sifat tersebut berarti telah menetapkan untuk masing-masing Tuhan dan ini suatu kesyirikan kepada Allah menurut mereka.
             Adapun yang menjadi Tokohnya adalah Wasil bin Atho (748 M/ 730 M). selain beliau ada juga Abu Huzail yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi aliran muktazilah.
5.6.    Asyariyyah
             Gerakan Asyariyyah dimulai pada abad ke-4 hijriyah, dimana faham ini berkembang menjadi aliran yang paling berpengaruh hingga saat ini. Ajaran Asyariyyah ini mendasarkan dirinya pada qur’an dan sunnah. Salah satu kontribusinya yang cukup berpengaruh dalam pemikiran kalam adalah pendapatnya tentang teori al-kasb (perolehan). Menurut teori tersebut, perbuatan manusia tidaklah dilakukan dalam kebebasan dan juga tidak dalam keterpaksaan. Perbuatan manusia tetap dijadikan dan ditentukan Tuhan, takni dalam pelaksanaanya. Tetapi manusia tetap tanggungjawab atas perbuatannya itu, sebab ia telah melakukan ikhtiar, dengan adanya keinginan, pilihan atau keputusan  suatu perbuatan tertentu. Tokohnya adalah Hasan Al-Asyari. Beliau lahir di Basrah tahun 260 Hijriyah bertepatan pada 935 M. Beliau wafat  di Basrah tahun 324 H. Yang kemudian melahirkan imam-imam besar seperti Al-Ghazali, Imam Haramain, Abu Bakr Al Baqillani dsb.
             Dalam kontek sifat ketuhanan Asy’ariyah memiliki pendapat bahwa Tuhan  itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan mengetahui dengan sifat Ilmu-nYa, bukan dengan dzat-Nya. Begitu juga Tuhan berkuasa dengan sifat Qudhrat-Nya bukan dengan Dzatnya. Selain itu juga terdapat pemahaman-pemahaman lainnya seperti:
a.       Tentang Al-Qur’an, Asy’ariyah berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang Qadim. Mereka berselisih dengan muktazilah bahwa Al-Qur’an itu adlaah makhluk.
b.       Tentang dosa besar, mereka berpendapat bahwa seorang muslim yang melakukan dosa besar tidak kafir dan tidak gugur keislamannya.
c.       Tentang Janji Tuhan, mereka berpendapat Tuhan akan memenuhi janji-Nya. Seperti memberikan pahala kepada yang berbuat baik dan member siksa kepada yang berbuat jahat.
5.7.    Maturidiyah
             Kelompok ini lahir karena dilatarbelakangi dari ketidaksepahamannya antara Al-Asyari dengan salah seorang pengikutnya yang bernama Abu Manshur Al Maturidi. Kelompok ini umumnya adalah kelompok pengikut Imam Hanafi yang menempatkan akal pada kedudukan yang lebih tinggi dari pada madzhab syafi’i. kelompok ini lebih banyak menggunakan akal dalam menyusun teologinya (ilmu kalamnya) dari pada Asya’ari. Contoh orang yang berfaham maturidiyah adalah orang-orang yang hanya mengandalkan logika dalam pemahaman agama islamnya.
             Pada umumnya pemahaman maturidiyah tentang janji Tuhan, dosa besar, Al-Qur’an sifat ketuhanan sama dengan pemahaman Asy’ariyah. Namun selain itu terdapat perbedaan dalam beberapa pendapat seperti:
a.       Kewajiban Tuhan, Maturidiyah berpendapat bahwa tuhan memeiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Pendapat maturidiyah ini sejalan dengan pendapat maturidiyah.
b.       Tentang perbuatan manusia, mereka berpendapat bahwa perbuatan manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia itu sendiri. Dalam pendapat ini pemahamnnya hamper sama dengan Qodariyah dan muktazilah bahwa segala perbuatan manusia ditentukan oleh dirinya sendiri.


[1] Jurumiyah. Hal 1
[2] Al-Milal Wan Nihal. Hal 20
[3] Ahli-ahli kalam
[4] Bahasa Yunani, yang berarti logika/ akal
[5] Ibn Khaldun-Muqodimah Ibn Khaldun, Hal 458
[6] Syaikh Thahir Al Jazairy_Al Jawahir Al Kalamiyah. Hal. 2
[7] Drs. Sahilun A. Nasir. Ilmu Kalam. Hal 13
[8] Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat Ini ialah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut malaikat Hafazhah

[9] Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.